- Belanja partai politik benar-benar jomplang dari pemasukan sah yang diterima. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat dalam kurun waktu 2007-2010 pengeluaran parpol sebesar Rp 300 triliun.
Padahal, pemasukan parpol dari APBN hanya Rp 9,1 miliar. Sementara UU Parpol membatasi sumbangan dari perseorangan maksimal Rp 1 miliar dan dari badan usaha maksimal Rp 7,5 miliar per satu tahun anggaran.
"Rp 300 triliun itu laporan per 31 Desember 2010. Ini kan irasional," kata anggota VI BPK, Rizal Djalil, dalam Seminar Nasional Akuntabilitas Dana Politik di Indonesia: Kini dan Esok' di Hotel Shangrila, Jakarta, Senin (28/11/2011).
Pengeluaran Rp 300 triliun itu, kata Rizal, salah satunya diperoleh dari 'bocoran' pos dana Bantuan Sosial para kepala daerah incumbent yang ingin maju dalam Pilkada. Dia tidak memungkiri pihak yang berkuasa cenderung memanfaatkan APBN itu untuk kepentingan politiknya.
"Orang yang sedang berkuasa bisa dengan leluasa mendesain dana APBN untuk kepentingan politiknya," kata Rizal.
Demi transparansi, Rizal menyarankan, sebaiknya pembatasan sumbangan parpol tidak dibatasi.
"Ini agar parpol tidak berpura-pura dan memakai topeng, tetapi mencari ruang-ruang gelap di balik media," usulnya.
Mantan anggota DPR ini menilai, sumbangan swasta sebaiknya tidak dibatasi. Sistem dan mekanisme internal parpol, menurutnya, akan dengan sendirinya resisten terhadap pengaturan tersebut.
"Zaman sekarang nggak mungkinlah ngasih uang, lantas orangnya bisa mengatur," kata dia.
Dari kondisi yang ada, BPK mengusulkan beberapa poin. Pertama, sumbangan perorangan/swasta tidak dibatasi. Kedua, tetap dibatasi, tetapi parpol diizinkan berbisnis misalnya dengan mendirikan badan usaha sebagaimana UMNO di Malaysia.
"Atau seperti sekarang, tetap memanfaatkan dana tidak resmi, ya dari proyek, hibah dan bansos," ujarnya.
(lrn/gun)
Padahal, pemasukan parpol dari APBN hanya Rp 9,1 miliar. Sementara UU Parpol membatasi sumbangan dari perseorangan maksimal Rp 1 miliar dan dari badan usaha maksimal Rp 7,5 miliar per satu tahun anggaran.
"Rp 300 triliun itu laporan per 31 Desember 2010. Ini kan irasional," kata anggota VI BPK, Rizal Djalil, dalam Seminar Nasional Akuntabilitas Dana Politik di Indonesia: Kini dan Esok' di Hotel Shangrila, Jakarta, Senin (28/11/2011).
Pengeluaran Rp 300 triliun itu, kata Rizal, salah satunya diperoleh dari 'bocoran' pos dana Bantuan Sosial para kepala daerah incumbent yang ingin maju dalam Pilkada. Dia tidak memungkiri pihak yang berkuasa cenderung memanfaatkan APBN itu untuk kepentingan politiknya.
"Orang yang sedang berkuasa bisa dengan leluasa mendesain dana APBN untuk kepentingan politiknya," kata Rizal.
Demi transparansi, Rizal menyarankan, sebaiknya pembatasan sumbangan parpol tidak dibatasi.
"Ini agar parpol tidak berpura-pura dan memakai topeng, tetapi mencari ruang-ruang gelap di balik media," usulnya.
Mantan anggota DPR ini menilai, sumbangan swasta sebaiknya tidak dibatasi. Sistem dan mekanisme internal parpol, menurutnya, akan dengan sendirinya resisten terhadap pengaturan tersebut.
"Zaman sekarang nggak mungkinlah ngasih uang, lantas orangnya bisa mengatur," kata dia.
Dari kondisi yang ada, BPK mengusulkan beberapa poin. Pertama, sumbangan perorangan/swasta tidak dibatasi. Kedua, tetap dibatasi, tetapi parpol diizinkan berbisnis misalnya dengan mendirikan badan usaha sebagaimana UMNO di Malaysia.
"Atau seperti sekarang, tetap memanfaatkan dana tidak resmi, ya dari proyek, hibah dan bansos," ujarnya.
(lrn/gun)
sumber :http://www.detiknews.com/read/2011/11/28/113619/1777022/10/wow-pengeluaran-parpol-per-2010-sebesar-rp-300-t?9922022
No comments:
Post a Comment
Silahkan Komen Rider,